Tanggal percobaan : 16 april 2010
PENENTUAN KADAR Cu(II) DALAM SAMPEL UJI DENGAN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM (AAS)
A. Tujuan
1. Menentukan kadar Cu (II) dalam sampel uji menggunakan metode spektroskopi serapan atom (AAS)
2. Membuat kurva kalibrasi
B. Prinsip Dasar
Spektometri absorbansi atom (AAS) merupakan suatu teknik analisis unsur yang didasarkan pada absorbansi sinar oleh atom bebas. Dalam teknik ini, partikel logam akan diubah kedalam bentuk atom-atomnya didalam nyala api (gas asetilen), yang selanjutnya atom-atom tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dari sumber sinar berupa Hollow Cathode Lamp (HCL) yang merupakan cahaya UV atau VIS yang penggunaannya hanya untuk analisis satu unsur saja.
Prinsip dasar spektometri serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitatif dari unsur-unsur yang pemakaiannya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya yang selektif, spesifik, biaya analisi yang relatif murah, sensitivitas yang tinggi (ppm-ppb), dapat mudah membentuk matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat, dan mudah dilakukan.
AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrometri absorbsi atom juga dikenal sebagai sistem single beam dan double beam layaknya sperktofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar, terutama unsur golongan IA dan IIA.
Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pad panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan komposisi oksida dengan fuel dan tidak tergantung pada temperatur.
Absorpsi atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di bandingkan spektrometri molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang tereksitasi kehilangan energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-garam logam akan memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala tersebut mengeksitasi atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik. Sedangkan absorpsi atom merupakan proses di mana atom dalam keadaan energi rendah menyerap radiasi dan kemudian tereksitasi. Energi yang diabsorpsi oleh atom disebabkan oleh adanya interaksi antara satu elektron dalam atom dan vektor listrik dari radiasi elektromagnetik. Ketika menyerap radiasi, elektron mengalami transisi dari suatu keadaan energi tertentu ke keadaan energi lainnya. Misalnya dari orbital 2s ke orbital 2p. Pada kondisi ini, atom-atom di katakan berada dalam keadaan tereksitasi (pada tingkat energi tinggi) dan dapat kembali pada keadaan dasar (energi terendah) dengan melepaskan foton pada energi yang sama. Atom dapat mengadsorpsi atau melepas energi sebagai foton hanya jika energi foton (hν) tepat sama dengan perbedaan energi antara keadaan tereksitasi (E) dan keadaan dasar (G) seperti gambar dibawah :
Absorpsi dan emisi dapat terjadi secara bertahap maupun secara langsung melalui lompatan tingkatan energi yang besar. Misalnya, absorpsi dapat terjadi secara bertahap dari
G E1 E2 .
Panjang gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar akan sama dengan panjang gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan tereksitasi, apabila energi transisi kedua keadaan tersebut adalah sama tetapi dalam arah yang yang berlawanan.
Lebar pita spektra yang diabsorpsi atau diemisikan akan sangat sempit jika masing-masing atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi mempunyai energi transisi yang sama.
Berdasarkan hukum ketidakpastian Heisenberg, lebar pita alami spektra atom berkisar 10-4– 10-5 nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan pelebaran pita hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam efek Doppler.
a. Efek Doppler
Efek Doppler juga terjadi pada atom, dimana dalam suatu kumpulan atom, beberapa atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari detektor ketika emisi terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati menjadi lebih besar. Efek ini akan semakin besar pada temperatur tinggi karena pergerakan atom akan semakin meningkat yang menyebabkan terjadinya pelebaran pita absorpsi.
b. Pelebaran tekanan (Pressure Broadening)
Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi bertumbukan dengan atom lain, tumbukan tersebut akan mempengaruhi panjang gelombang foton yang diradiasikan karena terjadi perubahan tingkat energi dalam yang menyebabkan perbedaan keadaan transisi. Tumbukan yang terjadi antara suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi dengan atom gas lain disebut dengan pelebaran Lorentz (Lorentz Broadening). Jika atom-atom yang mengabsorpsi dan memancarkan radiasi juga terlibat tumbukan, maka disebut pelebaran Holzmark (Holzmark Broadening). Dalam semua hal, semakin tinggi temperatur, maka tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi pelebaran pita yang disebut dengan pelebaran tekanan (Pressure Broadening).
(Wiryawan, A, dkk.,2008 :160-161)
Komponen-komponen AAS:
Secara umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri dari sumber cahaya, tempat sampel, monokromator, dan detektor. Analisa sampel di lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sampel yang tidak diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis)
a. Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada spektrometri molekuler.
Sumber cahaya yang digunakan dalam spectrometer atom adalah hollow cathode lamp. Bentuk lampu katode dapat dilihat pada gambar. Ciri utama lampu ini adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari logam tertentu. Katode and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas tertutup yang mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu ini mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2 – 20 mA.
Lampu ini merupakan sumber radiasi dengan spektra yang tajam dan mengemisikan gelombang monokhromatis. Lampu ini terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau campurannya (alloy) dan anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-elektroda ini berada dalam tabung gelas dengan jendela quartz karena panjang gelombang emisinya sering berada pada daerah ultraviolet. Tabung gelas tersebut dibuat bertekanan rendah dan diisi dengan gas inert Ar atau Ne. Beda voltase yang cukup tinggi dikenakan pada kedua elektroda tersebut sehingga atom gas pada anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat kearah katoda dan ketika menabrak katoda menyebabkan beberapa logam pada katoda terpental dan berubah menjadi uap, Atom yang teruapkan ini, karena tabrakan dengan ion gas yang berenergi tinggi, tereksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih tinggi; ketika kembali ke keadaan dasar atom-¬atom tersebut memancarkan sinar dengan λ yang karakteristik untuk unsur katoda tersebut. Berkas sinar yang diemisikan bergerak melalui nyala dan berkas dengan λ tertentu yang dipilih dengan monokromator akan diserap oleh uap atom yang ada dalam nyala yang berasal dari sampel. Sinar yang diabsorpsi paling kuat biasanya adalah sinar yang berasal dart transisi elektron ke tingkat eksitasi terendah. Sinar ini disebut garis resonansi.
b. Sistem atomisasi
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang di pancarkan oleh lampu katode tabung. Pada umumnya, peralatan yang di gunakan untuk mengalirkan sampel menuju nyala adalah nebulizer pneumatic yang di hubungkan dengan pembakar (burner).
(Wiryawan, A, dkk.,2008 :166)
· Sistem atomisasi nyala
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian. yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur yang dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
1) Nyala udara-asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS,. temperarur nyala-nya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
2) Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang dihasilkan relative tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V danW.
Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan menjadi spesies atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang diperoleh pada detektor dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas analisis. Langkah-langkah proses atomisasi melibatkan hal-hal kunci sebagaimana diberikan pada Gambar 3. Secara ideal fungsi dari sistem atomisasi (source) adalah :
1) Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa-gas dengan sedikit perlakuan atau tanpa perIakuan awal
2) Me!akukan seperti pada point 1) untuk semua elemen (unsur) dalam sampel pada semua level konsentrasi
3) Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel.
4) Mendapatkan sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap¬-tiap elemen. yakni agar gangguan(interfererisi) dan penganih matriks (media) sampel menjadi minimal
5) Memberikan analisis yang teliti (precise) dan tepat (accurate)
6) Mendapatkan harga beli, perawatan dan pengoperasian yang murah.
7) Memudahkan operasi
· Sistem atomisasi dengan elektrothermal (tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:
a. Tahap pengeringan atau penguapan larutan
b. Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik dan
c. Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa unsur yang sama sekali tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah tungsten, Hf, Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat
2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam tungku
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interferensi dapat terjadi pada sampel dan standard.
c. Copper
Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber sinar menjadi berselang-seling (untuk membedakan dengan sinar dari emisi atom dalam nyala yang bersifat continu)
d. Monokromator
Berfungsi untuk mengisolasi salah satu atau lebih garis-garis resonansi dari sekian banyak spektrum yng dihasilkan oleh HCL.
e. Detektor
Berfungsi mendeteksi besarnya intensitas cahaya yang diterima oleh monokromator yang akan diteruskan ke sistem pembacaan
f. Sistem pembacaan
Menampilkan skala yang dibaca oleh detektor
A = a.b.c |
Keterangan
A = absorbansi
a = absorbtivitas molar
b = lebar / tebal kuvet
c = konsentrasi
Pada prinsipnya tentu tidak ada masalah yang harus dikaitkan dengan pengukuran absorban dari populasi atom keadaan yang terkurung dalam suatu ruangan yang cocok, namun terdapat sejumlah kesulitan dalam memperoleh populasi tersebut dengan cara yang dapat diulang. Lazimnya suatu larutan berair yang mengandung logam yang harus ditetapkan Pb2+ atau Cu2+. Logam tersebut dimasukkan kedalam nyala sebagai aerosol, yakni suatu kabut yang terdiri dari tetesan yang sangat halus. Ketika butiran ini maju melewati nyala, pelarutnya akan menguap dan dihasilkan bintik-bintik halus dari materi berupa partikel zat padat, kemudian partikel tersebut berdisosiasi sekurang-kurangnya sebagiannya untuk menghasilkan atom-atom logam.
(R.A. day & A.L. underwood., 1989, Analisis Kimia Kuantitatif : 430)
Set alat AAS
0.245 |
Cuplikan |
Filter |
Readout |
Photodetector |
Amplifier |
|
Hollow cathode |
C2H2 |
O2 |
Lensa |
Gambar. Spektrometer serapan atom
C. Alat Dan Bahan
1. Alat- Alat
| Gelas kimia | 100 mL | 1 buah |
| Gelas kimia | 400 mL | 1 buah |
| Labu takar | 100 mL | 1 buah |
| Labu takar | 50 mL | 1 buah |
| Labu takar | 25 mL | 5 buah |
| Pipet mikro | 1 mL | 1 buah |
| Pipet mikro | 20 mL | 1 buah |
| Batang pengaduk | | 1 buah |
| Corong | | 1 buah |
| Statif | | 1 buah |
| Pipet tetes | | 5 buah |
| Spektrometer SSA Perkin Elmer analys 100 | | 1 set |
2. Bahan-Bahan
· Padatan sampel
· HNO3 pekat
· H2O2 30%
· Kertas saring
· Larutan stock Cu(II) 1000 ppm
· Aquades
D. Cara Kerja
a. Preparasi sampel
Disiapkan larutan uji sebagai berikut :
Diambil 50 mL sampel dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 mL, ditepatkan pH antara 1-2 dengan menambahkan larutan 2,5 mL HNO3 16 M. Diaduk dan dipanaskan dalam lemari asam sampai volumenya lebih kurang 15mL. Lalu ditambahkan lagi 2,5 mL HNO3 16M. Didiamkan hingga suhu kamar. Kemudian dimasukkan kedalam labu takar 50mL, ditambahkan aquades dan ditandabataskan. Jika masih ada yang tidak larut, disaring dengan kertas saring Whatman.
b. Pembuatan larutan blanko
Dipipet 0,35 mL HNO3 16M. Kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia
500mL. Lalu ditambahkan aquades hingga volume larutan mencapai 500mL.
c. Pembuatan larutan standar
Disiapkan larutan kerja tembaga (II) dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm; dengan cara mengencerkan larutan stock Cu 1000 ppm yang tersedia dengan larutan blanko hingga tanda batas.
Catatan : untuk larutan kerja konsentrasi terkecil dibuat dalam labu takar 50 mL, sedangkan untuk larutan standar lainnya dibuat dalam labu takar 25 mL.
d. Pengukuran absorbansi larutan standar dan sampel dengan alat AAS
Disiapkan larutan standar dan sampel yang akan diukur serapannya. Diukur serapan larutan standar dimulai dengan mengnolkan serapan larutan blanko yang dilanjutkan dengan pengukuran serapan larutan standar dimulai dari konsentrasi terkecil berurutan sampai ke kosentrasi terbesar. Kemudian diukur serapan larutan sampel pada kondisi alat sesuai dengan pengukuran untuk standar. Dibuat grafik hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi Ditentukan persamaan matematik hubungan linier antara absorbansi dengan konsentrasi Ditentukan konsentrasi (ppm) tembaga (II) dalam larutan sampel
e. Langkah-langkah pengoperasian alat
· Alat dipanaskan dengan menekan tombol ’on’
· Kompresor dijalankan dan tabung gas asetilen dibuka serta diset pada angka 17 psiq
· Cerobong pembukaan gas dijalankan
· Saat display menunjukkan’new recall methode’ tekan’enter’
· Nilai arus hollow cathode lamp ( 75% dari dari yang tertera) diketik lalu tekan’enter’.
· Nilai slit dimasukkan lalu tekan ‘enter’
· Nilai λ dimasukkan lalu tekan ‘enter’
· Time integration (lama pembacaan) diketik lalu tekan ‘enter’
· Replicate ( pengulangan pembacaan) diketik lalu tekan ‘enter’
· Hold dipilih untuk metode pembacaan
· Curve calibration linier dipilih lalu tekan ‘enter’ pilih no jika kurva kalibrasi tidak dicetak lalu tekan ‘enter’
· Enter terus sampai mode pada display kembali ke lamp current
· Burner dinyala dengan menekan tombol flame on/off
· Cont ditekan untuk memulai optimalisasi absorbsi
· Larutan blanko, dimasukkan kemudian tekan a/z (auto zero) hingga absorban menunjukkan angka nol(0,000)
· Larutan standar dimasukkan dengan konsentrasi terendah untuk memperoleh harga absorban mendekati 0,200. Jika belum tercapai laju alir gas (bahan bakar) diatur dengan cara memutar ‘knob nebulizer’ diputar kekiri dan kekanan.
· Setelah harga absorban mendekati 0,200, larutan blanko dimasukkan dan tungggu sampai harga absorban kembali ke nol
· Tekan ‘data’ untuk memulai pengukuran
· Semua larutan standar dimasukkan secara berurutan, mulai dari konsentrasi terkecil sampai yang terbesar, kemudian tekan ‘read’
· Setelah semua larutan standar selesai diukur, lau ukur absorbansi sampel
· Buat kurva kalibrasi.
E. Pembahasan
Pengukuran kadar Cu dalam sampel dengan cara menggunakan kurva kalibrasi antara kadar Cu sebagai absis dan absorbansi sebagai ordinat. Kurva kalibrasi dibuat dengan membuat titik-titik dari 5 deret larutan standar. Deret larutan standar dibuat dengan beberapa konsentrasi Cu dalam larutan yaitu, 5ppm,10ppm,15ppm,20ppm, dan 25ppm. Larutan standar ini dibuat dengan menambahkan HNO3 pekat untuk membuat pHnya 1-2 (suasana asam). Suasana asam ini dimaksudkan untuk menjaga kejernihan larutan. Suatu sifat dari logam Cu ketika bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan endapan. Endapan yang dihasilkan akan menyumbat pipa kapiler dalam alat. Pipa kapiler yang tersumbat tidak dapat menghantarkan larutan masuk kedalam AAS, artinya pengukuran tidak dapat dilakukan. Pengukuran absorpsi larutan deret standar harus secara bertahap dari deret yang paling kecil ke deret yang paling besar.
Hollow katoda yang digunakan adalah Hollow katoda FeCrCu. Prinsip penembakan sinar oleh hollow katoda adalah dalam katoda akan dipilih energy yang cocok untuk menembakkan suatu atom menjadi suatu atom yang tereksitasi. Di dalam katoda terdapat banyak ion katoda yang siap untuk menembak logam yang tersedia dalam katoda. Logam yang tertembak akan mengalami eksitasi electron. Eksitasi ini menhasilkan suatu energy yang siap untuk ditembakkan kedalam gas atom dalam tabung pengkabutan. Sinar yang keluar dalam katoda dipilih hanya sinar dari eksitasi Cu, yaitu dengan cara memprogram panjang gelombangnya yang sesuai dengan panjang gelombang Cu.
Kadar Cu yang diukur melalui AAS adalah dalam bentuk atom gasnya. Analit yang dimiliki adalah berupa larutan senyawa Cu yang sangat encer, untuk membuatnya menjadi atom gas Cu maka larutan tersebut dibakar dalam ruang pengkabutan oleh asetilena dan O2.
Atom dalam bentuk gas ini siap untuk ditembak oleh hollow katoda . atom Cu yang tertembak akan memiliki tambahan energy yang akan digunakan untuk bereksitasi ke tingkat energy yang lebih tinggi. Kemudian atom Cu yang tereksitasi akan kembali ke keadaan semula lagi (ground state) denagn cara melepaskan energy. Energy yang dilepaskan yang diamati dalam percobaan berupa warna nyala. Warna nyala untuk Cu adalah berwarna biru tua. Sinar dari hollow katoda yang tidak diserap oleh atom Cu(g) diteruskan sampai ke detector untuk selanjutnya dibaca dan diinterpretasikan berupa angka absorbansi yang terlihat pada layar.
Berikut adalah data absorbansi yang diperoleh dari percobaan:
Ppm | absorbansi |
5 | 0,186 |
10 | 0,325 |
15 | 0,515 |
20 | 0,681 |
25 | 0,791 |
Data hasil percobaan yang diperoleh, pada larutan standarnya nilai absorbansi semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi. Hal ini berarti dalam AAS, semakin besar konsentrasi suatu zat/senyawa maka semakin besar penyerapan absorbs radiasi oleh atom bebasnya. Dan hasil percobaan ini selaras dengan hokum lambert beer yaitu A= ε.b.c. untuk membuktikan apakah hasil tersebut benar-benar sebanding dengan hokum lambert beer maka dibuat grafik linier. Dan hasilnya sebagai berikut.
Dari grafik tersebut didapat persamaan garis y = 0,032x + 0,014 dengan regresi 0,995. Dari regresi yang telah diperoleh membenarkan bahwa konsentrasi berbanding lurus dengan absorbansi sesuai dengan hukum lambert beer. Lalu persamaan garis y tersebut digunakan untuk menentukan konsentrasi Cu yang terdapat dalam sampel. Dari hasil perhitungan didapat konsentrasi zat sampel sebesar 18,25 ppm.
F. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dalam penentuan kadar tembaga pada sampel limbah dengan metoda AAS diperoleh konsentrasi tembaga sebesar 18,25 ppm.
LAMPIRAN
Data Pengamatan dan Pengolahan Data
Parameter Instrumen
ü Kuat Arus : 22 mA
ü HCL : berwarna merah
ü Panjang Gelombang : 324,8
ü Energi : 61 %
ü Integrated time : 0,7
ü Replicated : 3
ü Program linear : no 2
ü Read Display : 0
ü Print Kalibrasi : 0
ü Fuel : Oksida : 1,2 : 5
Tabel Pengamatan (Larutan Standar)
Konsentrasi (ppm) | Absorbansi | Standar Deviasi | Relatif Standar Deviasi |
0 | 0,000 | 0,0002 | 66,00 |
5 | 0,186 | 0,0004 | 0,24 |
10 | 0,325 | 0,0037 | 1,14 |
15 | 0,515 | 0,0025 | 0,49 |
20 | 0,681 | 0.0043 | 0,63 |
25 | 0,791 | 0.0030 | 0,38 |
Sampel:
Absorbansi : 0.598
SD : 0,0023
RSD : 0,38
Y = ax + b
Y = 0,032x + 0,014
0.598 = 0,032x + 0,014
X = 18,25 (ppm)
Jadi, konsentrasi sampel yang diperoleh dari percobaan adalah 18,25 ppm.
Daftar Pustaka
Tim kimia analitik instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Wiryawan, A, dkk. (2008). Kimia Analitik SMK E-Book. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Hollow kathoda | Kalibrasi dengan larutan blanko |
Cerobong asap | Nyala api pada AAS |
Pengidentifikasian sampel | Pembacaan pada AAS |
teteeeeeehh.. saya baru praktikum 2 minggu yg lalu ttg ini. hihi
BalasHapusbesok mau dimasukin ke slide tugas kimia analitik instrumen,, hho. makasii
iya sama2.. maaf baru sempat bls skrg.. pdhl comment nya udh hampir setahun yg lalu.. hihihi,,, semoga bermanfaat,, :D
BalasHapus