Langsung ke konten utama

Isu – isu yang terkait dengan layanan Bimbingan dan Konseling


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pada masa sekarang ini, setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai alat untuk memimpin umat manusia yang semakin bertambah jumlahnya serta kompleks persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah dan sesuai dengan upaya proses pembelajaran yang mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan demikian upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal adanya Bimbingan dan Konseling dalam kehidupan sehari-hari, maka akan kesulitan menentukan tugas – tugas perkembangan, memecahkan masalah dan menentukan rencana hidup untuk masa yang akan datang guna mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
B.  Pembatasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi masalahnya sebagai berikut:
a.  Pengertian dan fungsi layanan Bimbingan dan Konseling.
b.  Jenis – jenis Bimbingan dan Konseling.
c. Tujuan diberikannya layanan Bimbingan dan Konseling.
C.  Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini diarahkan untuk:
a.       Untuk mengetahui Pengertian dan Bimbingan dan Konseling
b.      Untuk mengetahui jenis-jenis layanan Bimbingan dan Konseling
c.       Untuk mengetahui tujuan diberikannya layanan Bimbingan dan Konseling
D.   Sistematika Penulisan
Sebagai langkah akhir dalam penulisan makalah ini, maka klasifikasi sistematikan penulisannya sebagai berikut :
o   Bab I : Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Dibahas tentang tinjauan Pengertian dan fungsi layanan Bimbingan dan Konseling, jenis-jenis layanan Bimbingan dan Konseling dan tujuan diberikannya layanan Bimbingan dan Konseling.
Bab III : Merupakan isi atau hasil analisa isu – isu yang terkait dengan layanan Bimbingan dan Konseling.

BAB II

LANDASAN TEORI

1.      Pengertian dan fungsi layanan Bimbingan dan Konseling

1.1  Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan adalah Proses pemberian bantuan (process of helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima diri dan lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan ( agama dan budaya) sehingga men-capai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun sosial)”

Proses interaksi antara konselor dengan klien/konselee baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media : internet, atau telepon) dalam rangka mem-bantu klien agar dapat mengembangkan potensi dirinya atau memecahkan masalah yang dialaminya”.

1.2  fungsi layanan Bimbingan dan Konseling

·         fungsi pemahaman
Memahami Karakteristik/Potensi/Tugas-tugas perkembangan Peserta didik dan membantu mereka untuk memahaminya secara objektif/realistik
·         fungsi preventif
Memberikan Layanan orien-tasi dan informasi mengenai berbagai aspek kehidupan yg patut dipahami peserta didik agar mereka tercegah dari masalah
·         fungsi pengembangan
Memberikan Layanan Bimbingan untuk Membantu Peserta didik Mampu Mengembangkan potensi dirinya/Tugas-tugas perkembagannya
·         fungsi kuratif
Membantu para Peserta didik agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya (pribadi,sosial, belajar,atau karir)

2.      Jenis – jenis Bimbingan dan Konseling

·         Bimbingan akademik
Bertujuan:
1.      Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif.
2.      Memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat
3.      Memiliki keterampilan belajar yang efektif.
4.      Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan belajar/pendidikan.
5.      Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
6.      Memiliki keterampilan membaca buku.

·         Bimbingan pribadi/social
Bertujuan:
1. Mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME.
2.      Memiliki pemahaman ttg irama kehidupan yg bersifat fluktuatif (antara anugrah dan musibah) dan mampu meresponnya dg positif.
3.       Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif
4.      Memiliki sikap respek thd diri sendiri
5.      Dapat mengelola stress
6.      Mampu mengendalikan diri dari perbuatan yang diharamkan agama
7.      Memahami perasaan diri dan mampu mengekspresikannya secara wajar
8.      Memiliki kemampuan memecahkan masalh
9.      Memiliki rasa percaya diri
10.  Memiliki mental yang sehat

·         Bimbingan karier
Bertujuan:
1.      Memiliki pemahaman tentang sekolah-sekolah lanjutan.
2.      Memiliki pemahaman bahwa studi merupakan investasi untuk meraih masa depan.
3.      Memiliki pemahaman tentang kaitan belajar dengan bekerja.
4.      Memiliki pemahaman tentang minat dan kemampuan diri yang terkait dengan pekerjaan.
5.      Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir.
6.      Memiliki sikap positif terhadap pekerjaan.
7.      Memiliki sikap optimis dalam menghadapi masa depan.
8.      Memiliki kemauan untuk meningkatkan kemampuan yang terkait dg pekerjaan.

·         Bimbingan keluarga
Bertujuan:
1.      Memiliki sikap pemimpin dalam keluarga
2.      Mampu memberdayakan diri secara produktif
3.      Mampu menyesuaikan diri dengan norma yang ada dalam keluarga
4.      Mampu berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia.

3.      Tujuan diberikannya layanan Bimbingan dan Konseling
·         Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berperilaku
·         Berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-
                  aspek nilai dan berani menghadapi resiko.
·         Memiliki kemampuan mengendalikan diri (self-control) dalam
                  mengekspresikan emosi atau dalam memenuhi kebutuhan diri.
·         Mampu memecahkan masalah secara wajar dan objektif.
·         Memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam
                  berinteraksi dengan orang lain.
·         Menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau perempuan
                  sebagai dasar dalam kehidupan sosial.
·         Mengembangkan potensi diri melalui berbagai aktivitas yang positif
·         Memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan
                   kehidupan yang semakin kompetitif.
·         Mengembangkan dan memelihara penguasaan perilaku, nilai, dan
                  kompetensi yang mendukung pilihan karir.
·         Meyakini nilai-nilai yg terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yg bermartabat.


BAB III

ISI DAN ANALISIS

Isu-isu yang terkait dengan layanan Bimbingan dan Konseling

1.      Perlindungan terhadap anak
Perlindungan terhadap anak korban kekerasan merupakan fenomena sosial yang memerlukan perhatian kita semua. Sebelum diberlakukan UU PKDRT, ketika itu Meneg pemberdayaan perempuan telah mengembangkan model community watch (2002), yaitu membangun kemitraan dengan institusi yang ada di masyarakat, seperti Dasawisma PKK dan institusi lain di tingkat rukun tetangga dan desa, untuk memantau dan melakukan deteksi dini terjadinya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, termasuk penganiayaan pada anak. Namun, kenyataannya di masyarakat tidak tampak.
Dan kekerasan anak di Indonesia tidak semakin berkurang, tetapi meningkat dari tahun ke tahun. Seto Mulyadi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, misalnya, mencatat pada 2003 terdapat 481 kasus kekerasan. Jumlah itu meningkat menjadi 547 kasus pada 2004, dengan 221 kasus merupakan kekerasan seksual, 140 kekerasan fisik, 80 kekerasan psikis, dan 106 permasalahan lainnya. Sebelumnya, majalah Medika mencatat, pada 1992 lalu, dilaporkan terjadi tiga juta kasus perlakukan keji terhadap anak-anak di bawah umur 18 tahun, dan 1.299 di antaranya meninggal dunia. Kekerasan terhadap anak sebenarnya bukan sekadar urusan fisik dan seksual. Itu hanyalah bagian kecil dari kasus yang terjadi. Kalau mau lebih esensial menilai, kekerasan juga meliputi kekerasan psikis dan sosial (struktural).
Ada banyak faktor kenapa terjadi kekerasan terhadap anak.
(1) Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung kepada orang dewasa.
(2) Kemiskinan keluarga, banyak anak.
(3) Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang, atau keluarga tanpa ayah.
(4) Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar nikah.
(5) Penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua.
(6) Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang dulu sering   ditelantarkan atau mendapat perlakukan kekerasan sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama.
(7) Kondisi lingkungan sosial yang buruk, keterbelakangan.

Namun, di luar faktor-faktor tersebut, sebenarnya kekerasan struktural paling menjadi problem utama kehidupan anak-anak Indonesia. Karena sifatnya struktural, terutama akibat kemiskinan, faktor-faktor lain seperti rendahnya tingkat pendidikan, pengangguran, dan tekanan mental, termasuk lemahnya kesadaran hukum masyarakat dan lemahnya penegak hukum memperkuat tingkat kekerasan terhadap anak. Lebih dari itu, kekerasan struktural juga berdampak luar biasa, jangka pendek maupun jangka panjang.
Situasi di atas tentu sangat memprihatinkan. Berbagai upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak jelas menjadi kewajiban pemerintah, termasuk para pekerja sosial. Masyarakat Indonesia modern ternyata belum sadar bahwa anak memiliki hak penuh untuk diperlakukan secara manusiawi. Di sini, pemerintah sebenarnya punya tugas yang tidak mudah. Pekerja sosial yang mengurusi masalah ini juga masih sangat minim. Karena itu, sangat tepat jika buku ini secara khusus membahas pentingnya gerakan perlindungan terhadap anak. Anak, sebagai generasi bangsa perlu dilindungi, dirawat dan diarahkan kehidupannya.
Saat anak masih dalam usia prasekolah, hal ini mungkin tidak terlalu terasa. Tetapi, ketika anak sudah memasuki usia sekolah, mempunyai banyak tugas belajar, dan sudah mengenal dunia luar yang memberikan berbagai pengaruh padaanak, orangtua mulai “diuji” kesabarannya untuk menghadapi tingkah laku anak.
Akibatnya, orangtua yang secara fisik sudah lelah dan harus menghadapi tingkah laku anak yang dinilai nakal, menjadi tidak sabar. Mereka tidak lagi bisaberbicara, tetapi tak jarang langsung memakai kekerasan fisik.
Bagi banyak orangtua, kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan ini adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya.
Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sudah barang tentu dalam proses belajar ini, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, ptut atau tidak patut.
“Kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga menduduki porsi terbesar dalam kasus kekerasan yang menimpa anak-anak pada rentang usia tiga sampai 18 tahun,” tutur Purnianti menambahkan.
untuk mendefinisikan seorang anak sebagai pelanggar aturan atau nilai yang dianut diperlukan kesabaran, tidak serta-merta menyudutkan anak. Misalnya dengan memberi cap kepada si anak.
Definisi pelanggaran itu berbeda antara anak dan orangtua yang menilai tindakan tersebut. Bagi anak, tindakan itu merupakan ketidaktahuan, permainan, kesenangan, dan petualangan. Tetapi, bagi orangtua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum.
Dalam buku Children Are From Heaven (Gramedia Pustaka Utama, 2001) karya John Gray disebutkan, hukuman hanya akan membuat anak tidak dapat mengembangkan cinta kepada diri sendiri atau kemampuan memaafkan diri sendiri. Untuk meningkatkan motivasi dan mengarahkan anak, jangan lagi menggunakan hukuman, tetapi gunakan hadiah. Jadi, penekanannya bukan pada konsekuensi perbuatan negatif, tetapi pada konsekuensi pada perbuatan positif.
Dalam hal ini, layanan Bimbingan dan Konseling sangat diperlukan anatara lain
1) dengan memberikan pengarahan bahwa hal-hal positif dari anak yang ditonjolkan, maka anak akan melihat dirinya baik dan berhasil. Gambaran diri yang positif ini tidak hanya akan memotivasi mereka untuk bersikap kooperatif, tetapi dapat menciptakan harga diri, kepercayaan diri, dan suatu perasaan mampu.
2) Untuk mengendalikan seorang anak yang sedang nakal, langkah pertama yang harus dilakukan adalah meminta. Kalau anak menolak permintaan itu, langkah kedua adalah mendengar dan memerhatikan. Kalau mendengarkan tidak cukup, langkah ketiga adalah menawarkan hadiah. Jika hadiah juga tidak efektif, langkah keempat baru memerintah, seperti seorang jenderal memerintah pasukannya. Memerintah adalah mengatakan langsung kepada anak apa yang harus dilakukan anak. Sekali orangtua menggunakan suara memerintah, mereka harus tetap tegas. Menggunakan emosi, penalaran, atau ancaman hanya akan melemahkan otoritas orangtua.
Jadi pada hakekatnya kekerasan orang tua terhadap anaknya boleh dilakuakan asalkan tidak melanggar norma-norma yang ada di masyarakat dengan dalih supaya anak patuh pada orang tua. Karena anak adalah titipan dari sang Ilahi mestinya harus kita jaga sebaik mungkin dan sudah seharusnya kita didik setinggi mungkin jangan samapai telantarkan.

2.      Perilaku menyimpang remaja dan solusinya
·         Perilaku Bermasalah (problem behavior).
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.
·         Perilaku menyimpang (behaviour disorder). Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
·         Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SLTP/SLTA).
·         Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder). Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain.
·         Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hyperactif. Remaja di sekolah yang hyperactif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hyperactif tersebut tidak memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan temannya. Dalam hal ini, layanan Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan untuk memperbaiki perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja tersebut. Hal-hal yang harus dilakukan seperti:
·         Pertama, memberikan kesempatan untuk mengadakan dialog untuk menyiapkan jalan bagi tindakan bersama.
Sikap mau berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan masyarakat dengan remaja pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. Dalam hati sanubari para remaja tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang tua. Tetapi sering kerinduan itu menjadi macet bila melihat realitas mereka dalam keluarga, di sekolah ataupun dalam lingkungan masyarakat yang tidak memungkinkan karena antara lain begitu otoriter dan begitu bersikap monologis. Menyadari kekurangan ini, lembaga-lembaga pendidikan perlu membuka kesempatan untuk mengadakan dialog dengan para remaja, kaum muda dan anak-anak, entah dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
·         Kedua, menjalin pergaulan yang tulus.
Dewasa ini jumlah orang tua yang bertindak otoriter terhadap anak-anak mereka sudah jauh berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu sikap memanjakan anak secara berlebihan. Banyak orang tua yang tidak berani mengatakan tidak terhadap anak-anak mereka supaya tidak dicap sebagai orangtua yang tidak mempercayai anak-anaknya, untuk tidak dianggap sebagai orangtua kolot, konservatif dan ketinggalan jaman.
·         Ketiga, memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati.
Ada begitu banyak orangtua yang mengira bahwa mereka telah mencintai anak-anaknya. Sayang sekali bahwa egoisme mereka sendiri menghalang-halangi kemampuan mereka untuk mencintaianak secara sempurna. "Saya telah memberikan segala-galanya", itulah keluhan seorang ibu yang merasa kecewa karena anak-anaknya yang ugal-ugalan di sekolah dan di masyarakat. Anak saya anak yang tidak tahu berterima kasih, katanya.
Yang perlu dipahami bahwa setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan "kasih sayang" yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya.
Lewat kondisi dan suasana hidup dalam keluarga, lingkungan sekolah, ataupun lingkungan masyarakat seperti di atas itulah para remaja akan merasa terdampingi dan mengalami perkembangan kepribadian yang optimal dan tidak terkungkung dalam perasaan dan tekanan-tekanan batin yang mencekam. Dengan begitu gaya hidup yang mereka tampilkan benar-benar merupakan proses untuk menemukan identitas diri mereka sendiri yang sebenarnya.

3.      Dampak perceraian orang tua terhadap anak
Perceraian tidak hanya melukai pasangan yang bercerai saja, namun juga anak dari hasil pernikahan itu.
Anak merasa terjepit  di tengah-tengah. Meski si anak itu tahu, misalkan mamanya atau papanya yang kurang benar, tetapi anak mengalami kesulitan untuk memilih antara mama atau papanya, siapa yang harus dia bela, siapa yang harus dia ikuti jika terjadi perceraian. Pada waktu terjadi perceraian, di situlah anak mulai bingung harus pilih siapa. Dia merasa sungkan terhadap orang tua yang satunya jika harus berkata, "Saya pilih mama", atau "Saya pilih papa".
Dampak lain dari perceraian adalah anak sering kali mempunyai rasa bersalah karena dia pilih orang tua yang satu bukan yang satunya, bersalah karena kadang-kadang anak merasa bahwa merekalah yang menjadi penyebab perceraian. Memang ada kalanya, dalam rumah tangga yang sedang bermasalah, salah satu bahan keributan adalah anak. Ini memang suatu proses yang alamiah, orang selalu mencari kambing hitam atau penyebab atau titik kesalahan, supaya mereka bisa mengerti, memahami dengan akal penyebab terjadinya perceraian.
Ada anak korban keluarga yang bercerai yang menjadi sangat nakal sekali. Sebetulnya yang terjadi adalah si anak mempunyai kemarahan, kefrustasian, dan dia mau melampiaskannya. Pelampiasannya ialah dengan melakukan hal-hal yang berlawanan dengan peraturan, memberontak, dan sebagainya. Atau anak yang orang tuanya bercerai dan tinggal dengan mamanya, mereka kehilangan figur otoritas, figur ayah. Waktu figur otoritas itu menghilang, anak sering kali tidak terlalu takut pada mama. Ini adalah suatu fakta. Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan orang tua tunggal, oleh seorang ibu, cenderung nakal.
anak akhirnya merasa tidak pas karena dia melihat teman- temannya punya papa mama tapi dia tidak. Pada waktu teman- temannya membicarakan papa dan mama, dia tidak bisa. Apalagi kalau papanya menikah lagi dengan orang lain, dia lebih susah lagi bicara tentang papanya yang sudah punya istri lain. Jadi, statusnya sebagai anak cerai memberikan suatu perasaan bahwa dia berbeda dari anak-anak lain. Inilah yang dimaksud dengan kehilangan jati diri sosialnya, identitas sosialnya itu. Sering kali mereka itu membawa suatu perasaan bahwa mereka anak-anak yang cacat, anak-anak yang tidak setara dengan anak-anak lain. Oleh karenanya, timbul suatu rasa takut kalau menikah dengan orang yang baik-baik nanti dipandang rendah atau ada perasaan tidak pantas berpasangan dengan orang dari keluarga baik-baik. Harapannya adalah yang senasib dengannya, yang lebih bisa menerima, dan orang tuanya pun bisa menerima. Dia tahu bahwa banyak orang tua tidak rela menikahkan anaknya dengan seseorang yang dari keluarga "broken-home".
Ada perasaan terbelah, dicabik-cabik. Satu pihak harus ke mama, satu pihak harus ke papa. Akan muncul suatu dorongan dalam diri si anak untuk menjadi perekat, penyatu. Dia akan menjadi juru bicara dari orang tuanya. Maksudnya, jika mama atau papanya ingin saling berkomunikasi, mereka tidak berkomunikasi secara langsung tetapi melalui anak supaya disampaikan. Atau bisa juga dia yang menjadi peredam persoalan atau konflik di antara kedua orang tuanya yang sudah bercerai ini karena dia tahu dua-duanya mengasihi dia dan dia mau supaya jangan sampai lebih buruk lagi keadaannya, dengan kata lain sejak kecil dia akhirnya belajar untuk mendistorsi fakta kehidupan.
Memang ada anak yang bisa jadi nakal luar biasa, tapi ada yang kebalikannya justru menjadi anak yang sangat baik dan bertanggung jawab. Yang terjadi sebetulnya adalah pengompensasian. Si anak seolah-olah mengompensasi kekurangan atau kehilangan dalam keluarganya. Misalkan dia anak laki dan tinggal dengan mamanya, kecenderungannya adalah dia menggantikan fungsi papanya. Dialah yang akhirnya menjadi teman bicara mamanya dan dia tidak bisa menolak karena keadaan memaksanya untuk menjadi lebih dewasa. Atau seorang anak wanita yang harus tinggal dengan papanya, umumnya si anak ini menjadi seperti mamanya, menjadi teman bicara, menjadi orang yang mengerti isi hati papanya. Anak-anak ini akhirnya didorong kuat untuk mengambil alih peran orang tua yang tidak ada lagi dalam keluarganya. Secara luar kita melihat sepertinya baik menjadi lebih dewasa, tapi sebetulnya secara kedewasaan tidak terlalu baik karena dia belum siap untuk mengambil alih peran orang tuanya itu.
Dalam hal ini, layanan Bimbingan dan Konseling juga perlu agar dapat membuat anak tidak menjadi kacau, tidak nakal, tidak minder dan mampu menghadapi seberat apapun masalah yang timbul akibat perceraian kedua orang tua mereka.
4.      Pernikahan Dini
Kasus nikah dini sering terjadi di daerah pedesaan yang jauh dari informasi dan perkembangan teknologi. Nikah dini yang dimaksud yaitu seseorang laki-laki atau perempuan yang menikah pada usia anak-anak; sedankan yang dimaksud dengan anak yaitu setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun termasuk yang masih dalam kandungan. Ada yang mengatakan bahwa nikah dini dipandang sebagai hal yang wajar karena tidak ada larangan dari lingkungan sosial.
Beberapa faktor pendukung berlangsungnya nikah dini antara lain sulitnya ekonomi keluarga, tidak mendapat informasi mengenai hak anak, adanya anggapan bahwa semakin cepat seorang anak menikah semakin cepat mandiri. Ada juga yang berseloro mengatakan, ”Laki-laki kan suka daun muda”? Bagi anak perempuan yang menikah akan mendapat uang dari pihak laki-laki. Uang ini akan digunakan pihak perempuan untuk keperluan keluarga. Yang menyedihkan uang itu digunakan untuk membayar hutang orang tua.
Contoh pernikahan dini yang sedang marak saat ini adalah kasus
Lutfiana Ulfa, seorang perempuan berusia 12 tahun menikah dengan H. Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji. Syekh Puji adalah seorang bos PT. Sinar Lendoh Terang dan juga pemimpin Pondok Pesantren ( POMPES ) Miftahul Jannah. Puji mengaku sudah mendengar berbagai kecaman yang dilontarkan para aktivis anak dan perempuan bahkan majelis ulama Indonesia ( MUI ) tentang pernikahan siri dengan istri keduanya yaitu Lutfiana Ulfa yang berusia 12 tahun. ” Biar saja mereka mengecam saya. Yang penting niat saya baik dan tidak merugikan. Saya nggak gubris mereka semua, ” tegasnya. Menurut Puji, yang dia lakukan ( Menikahi Lutfiana Ulfa yang baru tamat SD ) bukan pelanggaran. Alasanya, dia mendapat izin dari istri pertama serta mendapat restu dan keikhlasan orang tua calon istri. ”Bahkan, yang mencarikan saya istri itu kan Bu Nyai ( Hj. Umi Hanni, istri pertama ) sendiri dibantu beberapa orang. Puji merasa tak melanggar dan tak merugikan orang lain dan tidak terlalu memedulikan statemen yang dilontarkan orang luar. Puji siap bertemu dengan Komnas anak dan Komnas perempuan.
Padahal Dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa  perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Menurut para sosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat  mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
Untuk itu, bimbingan dan konseling sangat perlu diberikan kepada anak sejak usia dini. Hal ini dilakukan agar mereka tahu dampak negatif pernikahan dini. Dampak negatif yang perlu dijelaskan seperti:
·         Resiko kehamilan pada usia dini dapat menyebabkan kematian
·         Pernikahan usia dini kerap kali berakhir dengan perceraian karena masih belum dewasanya si pria dan wanita.
·         Pernikahan dini dapat mengurangi keharmonisan keluarga karena emosi yang belum stabil dan egoisme yang tinggi.

5.      Penyalahgunaan Narkoba dan HIV/AIDS
·         Penyalahgunaan Narkoba
PENYALAHGUNAAN obat berbahaya dan narkotik merupakan problem masyarakat yang makin tinggi. Awalnya orang terbius oleh narkoba sejenis sabu sabu, puncaknya heroin sebagai terminal akhir. Tingkat kedalaman ekstasi heroin adalah paling tinggi. Penggunaannya harus dengan jarum atau melukai kulit.
Di beberapa negara, jumlah pemakai narkoba dan injeksi bervariasi. Diperkirakan lebih dari 200 juta di seluruh dunia ini orang yang menggunakan narkoba, 10% di antaranya menggunakan injeksi, 60 % pengguna injeksi terdapat di Asia.
ciri – ciri perilaku para pecandu narkoba yang dapat kita lihat secara fisik dah keseca, mudah marah, suka menentang aturan, suka mengambil resiko, cepat bosan, putus asa, anti sosial, perilaku menyimpang dari ketentuan umum, keterbelakangan mental, peyimpangan psikoseksual, bersikap kasar pada orang lain, cenderung berlalaku criminal, dll.
Layanan bimbingan dan konseling yang dapat dilakukan antara lain tindakan preventif melalui pendidikan rokhani dan mental-spiritual dalam diri setiap anak, membentengi keluarga dari pengaruh agar tidak terjerumus ke dalam sarang narkoba. Sekali menikmati narkoba apalagi yang sudah kecanduan akan sulit mencari jalan keluarnya, maka dari itu jangan coba – coba dengan narkoba.


BAB 1V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Layanan Bimbingan dan Konseling pada hakikatnya sangat diperlukan dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan banyaknya peristiwa yang telah keluar dari jalur yang seharusnya terjadi. Terkadang masyarakat tidak mengetahui bahwa hal yang dilakukannya telah menyimpang, ini mungkin karena kurangnya pengetahuan.
B.     Saran
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
·         Hendaknya Bimbingan dan Konseling perlu dilestarikan atau ditingkatkan demi kemajuan masyarakat kearah yang lebih baik lagi.
·         Terkadang banyak hal yang masih perlu dijelaskan kepada masyarakat terkait perbedaan sudut pandang setiap orang. Untuk itu perlu diberikan dampak positif dan negative dari hal yang dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

UU Perkawinan di www.depag.go.id
(Liputan6.com,5/11/2008).
(Radar Bogor,10/11/2008).
Ahmad Sofian, MA Dan Misran Lubis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENENTUAN KADAR BESI (Fe) DALAM SAMPEL DENGAN TEKNIK SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

Tanggal percobaan : 16 april 2010 PENENTUAN KADAR BESI (Fe) DALAM SAMPEL DENGAN TEKNIK SPEKTROFOTOMETER UV-VIS   A.     Tujuan 1.     Menentukan kadar Fe(II) dalam sampel dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. 2.     Dapat mengoperasikan alat spektrofotometer UV-VIS                                                         B.      Tinjauan Pustaka Spektrofotometri merupakan suatu perpanjangan dari penelitian visual dalam studi yang lebih terinci mengenai penyerapan energi cahaya oleh spesi kimia, memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan pengukuran kuantitatif. Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi electron bonding, akibatnya panjang gelombang absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul berharga untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam sua

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Karbohidrat dalam Air Tebu

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KARBOHIDRAT DALAM AIR TEBU Tanggal Praktikum: Awal: 7 oktober 2010 Selesai: 14 oktober 2010 A.       Tujuan 1.       Memahami sifat-sifat kimia karbohidrat 2.       Mengidentifikasi jenis karbohidrat dalam air tebu 3.       Menentukan kadar karbohidrat yang terdapat dalam sampel bahan alam yaitu air tebu dengan menggunakan metode Luff Schoorl B.        Dasar teori Karbohidrat merupakan senyawa polihidroksiketon atau polihidroksialdehid yang mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat sangatlah beragam sifatnya. Salah satu perbedaan utama antara berbagai tipe karbohidrat adalah tipe molekulnya. Berbagai senyawa yang termasuk karbohidrat mempunyai berat molekul yang berbeda yaitu dari senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga 50.000 bahkan lebih.   Berbagai senyawa tersebut digolongkan menjadi tiga golongan yaitu golongan monosakarida, disakarida dan polisakarida.   Monosakarida     Monosakarida adalah karboh