ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KARBOHIDRAT
DALAM AIR TEBU
Tanggal Praktikum:
Awal: 7 oktober 2010
Selesai: 14 oktober 2010
A. Tujuan
1. Memahami sifat-sifat kimia karbohidrat
2. Mengidentifikasi jenis karbohidrat dalam air tebu
3. Menentukan kadar karbohidrat yang terdapat dalam sampel bahan alam yaitu air tebu dengan menggunakan metode Luff Schoorl
B. Dasar teori
Karbohidrat merupakan senyawa polihidroksiketon atau polihidroksialdehid yang mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat sangatlah beragam sifatnya. Salah satu perbedaan utama antara berbagai tipe karbohidrat adalah tipe molekulnya. Berbagai senyawa yang termasuk karbohidrat mempunyai berat molekul yang berbeda yaitu dari senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga 50.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa tersebut digolongkan menjadi tiga golongan yaitu golongan monosakarida, disakarida dan polisakarida.
- Monosakarida
Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjado karbohidrat lain. Monosakarida yang paling sederhana adalah gliseraldehida dan dihidroksiaseton (McGilvery&Goldstein, 1996).
Gliseraldehida disebut aldotriosa karena terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus aldehida. Dihidroksiaseton dinamakan ketotriosa karena terdiri atas tiga atom karbon dan mempunyai gugus keton. Monosakarida yang terdiri atas empat atom karbon disebut tetrosa dengan rumus C4H8O4. Eritrosa adalah contoh aldotetrosa dan eritrulosa adalah suatu ketotetrosa. Pentosa adalah monosakarida yang mempunyai lima atom karbon. Contoh pentosa adalah ribosa dan ribulosa. Dari rumusnya kita dapat mengetahui bahwa suatu ketopentosa. Pentosa dan heksosa (C6H12O6) merupakan monosakarida yang penting dalam kehidupan (McGilvery&Goldstein, 1996).
1. 1. Glukosa
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam sesudah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita diabetes mellitus, jumlah glukosa darah lebih dari 130 mg per 100 ml darah (McGilvery&Goldstein, 1996). D-glukosa memiliki sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed, gula pereduksi, memberi osazon dengan fenilhidrazina, difermentasikan oleh ragi dan dengan HNO3 membentuk asan sakarat yang larut (Harper et al, 1979).
2. 2. Fruktosa
Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis (McGilvery&Goldstein, 1996). Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3 dihidroksi benzene) dalam asam HCl. Dengan pereaksi ini, mula-mula fruktosa diubah menjadi hidroksimetilfurfural yang selanjutnya bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa yang berwarna merah. pereaksi Seliwanoff ini khas untuk menunjukkan adanya ketosa. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, dan berasal dari tebu atau bit (McGilvery&Goldstein, 1996). D-fruktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed (gula pereduksi), membentuk osazon dengan fenilhidrazina yang identik dengan osazon glukosa, difermentasi oleh ragi dan berwarna merah ceri dengan reagen Seliwanoff resorsinol-HCl (Harper et al, 1979).
3. 3. Galaktosa
Monosakarida ini jarang terdapat bebas dalam alam. Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis daripada glukosa dan kurang larut dalam air. Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan (McGilvery&Goldstein, 1996). D-galaktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes dan Barfoed, membentuk osazon yang berbeda dengan dua monosakarida sebelumnya (glukosa dan fruktosa), dengan reagen floroglusinol memberi warna merah, dan dengan HNO3 membentuk asam musat (Harper et al, 1979). Pada proses oksidasi oleh asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas, galaktosa menghasilkan asam musat yang kurang larut dalam air bila dibandingkan dengan asam sakarat yang dihasilkan oleh oksidasi glukosa. Pembentukan asam musat ini dapat dijadikan cara identifikasi galaktosa, karena kristal asam musat mudah dimurnikan dan diketahui bentuk kristal maupun titik leburnya (McGilvery&Goldstein, 1996).
4. 4. Pentosa
Beberapa pentosa yang penting diantaranya adalah arabinosa, xilosa, ribosa dan 2-deoksiribosa. Keempat pentosa ini adalah aldopentosa dan tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam. Arabinosa diperoleh dari gum arab dengan jalan hidrolisis, sedangkan xilosa diperoleh dari proses hidrolisis terhadap jerami atau kayu. Xilosa terdapat pada urine seseorang yang disebabkan oleh suatu kelainan pada metabolisme karbohidrat. Kondisi seseorang sedemikian itu disebut pentosuria. Ribosa dan deoksiribosa merupakan komponen dari asam nukleat dan dapat diperoleh dengan cara hidrolisis. Dari rumusnya tampak bahwa deoksiribosa kekurangan satu atom oksigen dibanding dengan ribosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)
- Oligosakarida
Senyawa yang termasukoligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang berikatan satu dengan yang lain, membentuk satu molekul disakarida. Oligosakarida yang lain adalah trisakarida yaitu yang terdiri atas tiga molekul monosakarida dan tetrasakarida yang terbentuk dari empat molekul monosakarida. Oligosakarida yang paling banyak terdapat di alam adalah disakarida (McGilvery&Goldstein, 1996).
1. Sukrosa
Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu meupun dari bit. Selain dari tebu dan bit, sukrosa terdapat pada tumbuhan lain, misalnya dalam buah nanas dan dalamwortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa (McGilvery&Goldstein, 1996). Pada molekul sukrosa terdapat ikatan antara molekul glukosa dan fruktosa, yaitu antara atom karbon nomor 1 pada glukosa dengan atom karbon nomor 2 pada fruktosa melalui atom oksigen. Kedua atom karbon tersebut adalah atom karbon yang mempunyai gugus–OH glikosidik atau atom karbon yang merupakan gugus aldehida pada glukosa dan gugus keton pada fruktosa. Oleh karena itu molekul sukrosa tidak mempunyai sifat dapat mereduksi ion-ion Cu2+ atau Ag+ dan juga tidak membentuk osazon (McGilvery&Goldstein, 1996).
Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Hasil yang diperoleh dari reaksi hidrolisis adalah glukosa dan fruktosa dalam jumlah yang ekuimolekuler. Glukosa memutar cahaya terpolarisasi ke kanan, sedangkan fruktosa ke kira. Oleh karena fruktosa memiliki rotasi spesifik lebih besar dari glukosa, maka campuran glukosa dan fruktosa sebagai hasil hidrolisis itu memutar ke kiri. Proses ini disebut inverse. hasil hidrolisis sukrosa yaitu campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert.
2. Laktosa
Dengan menghidrolisis laktosa akan menghasilkan D-galaktosa dan D-gluokosa, karena itu laktosa adalah suatu disakarida. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi antara atom karbon nomor 1 pada galaktosa dan atom karbon nomor 4 pada glukosa. Oleh karenanya molekul laktosa mempunyai sifat mereduksi gugus –OH glikosidik. Dengan demikian laktosa memiliki sifat mereduksi dan mutarotasi. Biasanya laktosa mengkristal dalam bentuk a. Dibandingkan dengan glukosa, laktosa memiliki rasa yang kurang manis. Apabila laktosa dihidrolisis kemudian dipanaskan dengan asam nitrat akan terbetuk asam musat. (McGilvery&Goldstein, 1996)
3. Maltosa
Maltosa adalah suatu disakarida yang terbentuk dari dua molekul glukosa. ikatan yang terjadi ialah antara atom karbon nomor 1 dan atom karbon nomor 4, oleh karenanya maltosa masih mempunyai gugus –OH glikosidik dan dengan demikian masih mempunyai sifat mereduksi. Maltosa merupakan hasil antara dalam proses hidrolisis amilum dengan asam maupun dengan enzim. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Telah diketahui bahwa hidrolisis amilum akan memberikan hasil akhir glukosa. Dalam tubuh kita amilum mengalami hidrolisis menjadi maltosa oleh enzim amylase. maltosa ini kemudian diuraikan oleh enzim maltase menjadi glukosa yang digunakan oleh tubuh. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Urutan tingkat rasa manis pada beberapa mono dan disakarida
4. Rafinosa
Rafinosa adalah suatu trisakarida yang penting, terdiri atas tiga molekul monosakarida yang berikatan, yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa. Atom karbon 1 pada galaktosa berikatan dengan atom karbon 6 pada glukosa, selanjutnya atom karbon 1 pada glukosa berikatan dengan atom karbon 2 pada fruktosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Apabila dihidrolisis sempurna, rafinosa akan menghasilkan galaktosa, glukosa dan fruktosa. Hidrolisis dengan asam lemah atau pada konsentrasi H+ rendah, akan menghasilkan melibiosa dan fruktosa. Hasil yang sama seperti ini juga dapat diperoleh melalui hidrolisis dengan bantuan enzin sukrase. Di samping itu, hidrolisis dengan bantuan enzim maltase akan memberikan hasil galaktosa dan sukrosa. Hasil hidrolisis sempurna juga dapat diperoleh apabila dalam reaksi ini digunakan dua jenis enzim, yaitu sukrase dan melibiase. Melibiase akan menguraikan melibiosa menjadi galaktosa dan glukosa (McGilvery&Goldstein, 1996). Pada kenyataanya, rafinosa tidak memiliki sifat mereduksi. Hal ini disebabkan karena dalam molekul rafinosa tidak terdapat gugus–OH glikosidik. Rafinosa terdapat dalam bit dan tepung biji kapas mengandung kira-kira 8%. Trisakarida ini tidak digunakan manusia sebagai sumber karbohidrat (McGilvery&Goldstein, 1996).
Apabila dihidrolisis sempurna, rafinosa akan menghasilkan galaktosa, glukosa dan fruktosa. Hidrolisis dengan asam lemah atau pada konsentrasi H+ rendah, akan menghasilkan melibiosa dan fruktosa. Hasil yang sama seperti ini juga dapat diperoleh melalui hidrolisis dengan bantuan enzin sukrase. Di samping itu, hidrolisis dengan bantuan enzim maltase akan memberikan hasil galaktosa dan sukrosa. Hasil hidrolisis sempurna juga dapat diperoleh apabila dalam reaksi ini digunakan dua jenis enzim, yaitu sukrase dan melibiase. Melibiase akan menguraikan melibiosa menjadi galaktosa dan glukosa (McGilvery&Goldstein, 1996). Pada kenyataanya, rafinosa tidak memiliki sifat mereduksi. Hal ini disebabkan karena dalam molekul rafinosa tidak terdapat gugus–OH glikosidik. Rafinosa terdapat dalam bit dan tepung biji kapas mengandung kira-kira 8%. Trisakarida ini tidak digunakan manusia sebagai sumber karbohidrat (McGilvery&Goldstein, 1996).
5. Stakiosa
Stakiosa adalah suatu tetrasakarida. Dengan jalan hidrolisis sempurna, stakiosa menghasilkan 2 molekul galaktosa, 1 molekul glukosa dan 1 molekul fruktosa. Pada hidrolisis parsial dapat dihasilkan fruktosa dan manotriosa suatu trisakarida. Stakiosa tidak memiliki sifat mereduksi (McGilvery&Goldstein, 1996)
- Polisakarida
Pada umumnya polisakarida mempunyai molekul besar dan lebih kompleks daripada mono dan oligosakarida, Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul monosakarida. Polisakarida yang terdiri atas satu macam monosakarida saja disebut homopolisakarida, sedangkan yang menagdung senyawa lain disebut heteropolisakarida. Umumnya polisakarida berupa senyawa berwarna putih dan tidak berbentuk kristal, tidak memiliki rasa manis dan tidak memiliki sifat mereduksi. Berat molekut polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih dari satu juta. Polisakarida yang dapat larut dalam air akan membentuk larutan koloid. beberapa polisakarida yang penting diantaranya adalah amilim, glikogen, dekstrin dan selulosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)
1. Amilum
Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan a 1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1.000 unit glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terbentuk suatu larutan koloid yang kental. larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa yang membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah lembayung (McGilvery&Goldstein, 1996). Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amylase. Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amylase yang bekerja terhadap amilum yang terdapat dalam makanan kita. Oleh enzim amylase, amilum diubah menjadi maltosa dalam bentuk b maltosa. (McGilvery&Goldstein, 1996)
2. Glikogen
Seperti amilum, glikogen juga menghasilkan D-glukosa pada proses hidrolisis. Glikogen yang terlarut dalam air dapat diendapkan dengan jalan menambahkan etanol. Endapan yang terbentuk apabila dikeringkan berbentuk serbuk putih. Glikogen dapat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan dan mempunyai rotasi spesifik [a]D20=196o. Dengan iodium, glikogen menghasilkan warna merah. Struktur glikogen serupa dengan struktur amilopektin yaitu merupakan rantai glukosa yang mempunyai cabang. (McGilvery&Goldstein, 1996)
3. Dekstrin
Pada reaksi hidrolisis parsial, amilum terpecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil yang dikenal dengan nama dekstrin. jadi dekstrin adalah hasil antara proses hidrolisis amilum sebelum terbentuk maltosa. tahap-tahap dalam proses hidrolisis amilum serta warna yang terjadi pada reaksi dengan iodium adalah sebagai berikut:
4. Selulosa
Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan penbentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4. (McGilvery&Goldstein, 1996)
Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan penbentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa. Dengan asam encer tidak dapat terhidrolisis, tetapi oleh asam dengan konsentrasi tinggi dapat terhidrolisis menjadi selobiosa dan D-glukosa. Selobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri atas dua molekul glukosa yang berikatan glikosidik antara atom karbon 1 dengan atom karbon 4. (McGilvery&Goldstein, 1996)
5. Mukopolisakarida
Mukopolisakarida adalah suatu heteropolisakarida, yaitu polisakarida yang terdiri atas dua jenis derivate monosakarida. Derivat monosakarida yang membentuk mukopolisakarida tersebut ialah gula amino dan asam uronat. Debagai contoh asam hialuronat yang merupakan komponen jaringan ikat yang terdapat pada otot, terbentuk dari kumpulan unit N-asetilglukosamina yang berikatan dengan asam glukuronat. Heparin, suatu senyawa yang berfungsi sebagai antikoagulan darah, adalah suatu mukopolisakarida. (McGilvery&Goldstein, 1996).
Mukopolisakarida adalah suatu heteropolisakarida, yaitu polisakarida yang terdiri atas dua jenis derivate monosakarida. Derivat monosakarida yang membentuk mukopolisakarida tersebut ialah gula amino dan asam uronat. Debagai contoh asam hialuronat yang merupakan komponen jaringan ikat yang terdapat pada otot, terbentuk dari kumpulan unit N-asetilglukosamina yang berikatan dengan asam glukuronat. Heparin, suatu senyawa yang berfungsi sebagai antikoagulan darah, adalah suatu mukopolisakarida. (McGilvery&Goldstein, 1996).
Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi.
Selulosa dan lignin berperan sebagai penyusun dinding sel tanaman
Monosakarida seperti glukosa dan fruktosa terdapat pada buah-buahan
Disakarida seperti gula tebu (sukrosa dan sakarosa) banyak terkandung dalam batang tebu
Didalam air susu terdapat laktosa dan gula susu.
Dekstrin banyak terdapat pada sirup pati, serealia dan umbi-umbian
Selulosa dan pectin banyak terdapat pada buah- buahan
Struktur karbohidrat selain mempunya hubungan dengan sifat kimia yang ditentukan dengan sifat fisika dalam hal ini juga aktivitas optik (Mc Gilvery & Goldstein, 1996). Jika kristal glukosa murni dilarutkan dalam air, maka larutannya akan memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Namun bila larutan itu dibiarkan beberapa waktu dan diamati putarannya, terlihat bahwa sudut putaran berubah menjadi semakin kecil, hingga lama kelamaan menjadi tetap. Peristiwa ini disebut mutarotasi, yang berarti perubahan rotasi perputaran (Mc Gilvery & Goldstein, 1996).
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi terutama dalam suasana basa. Seifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehid dan keton bebas.
Analisis Kualitatif
Karbohidrat dengan zat tertentu akn menghasilkan warna tertentu yg dapat dgunakan untuk analisis kualitatif. Beberapa reaksi yg lebih spesifik dpt membedakan golongan karbohidrat. Banyak cara untuk mengetahui atau mengidentifikasi karbohidrat dalam suatu bahan alam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Uji Molisch
Pereaksi Molish harus selalu dibuat segar. Pereaksi ini dibuat dari α-naftol dengan etanol. Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan terhidrolisis menjadi monosakarida dan selanjutnya monosakarida mengalami dehidrasi oleh asam sulfat pekat menjadi furfural atau hidroksi metil furfural. Furfural dengan α-naftol akan berkondensasi membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu. Apabila pemberian asam sulfat pada larutan karbohidrat yang telah diberi α-naftol melalui dinding gelas dengan hati-hati maka warna ungu yang terbentuk berupa cincin pada batas antara larutan karbohidrat dengan asam sulfat.
KH (pentose) + H2SO4 pekat → furfural → + α-naftol → warna ungu
KH (heksosa) + H2SO4 pekat → HM-furfural → + α-naftol → warna ungu
Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok ketosa (C=O).
2. Uji Benedict
Pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu 2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu + yang kemudian mengendap sebagai CuO. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereduksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata.
Reaksi:
R-COH + CuO → Cu2O (s) + R-COOH
Atau
KH + camp CuSO4, Na-Sitrat, Na2CO3 → Cu2O (endapan merah bata)
3. Uji Barfoed
Larutan Barfoed merupakan campuran kupriasetat dan asam asetat. Larutan ini akan bereaksi dengan gula pereduksi sehingga dihasilkan endapan Tembaga (II) Oksida. Dalam suasana asam, gula pereduksi yang termasuk disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat dengan larutan Barfoed sehingga tidak memberikan endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang diperlama. Uji ini untuk menunjukkan gula pereduksi monosakarida.
KH + camp CuSO4 dan CH3COOH → Cu2O endapan merah bata
4. Uji Seliwanoff
Peristiwa dehidrasi monosakarida ketosa menjadi furfural lebih cepat dibandingkan dehidrasi monosakarida aldosa. Hal ini dikarenakan aldosa sebelum mengalami dehidrasi lebih dahulu akan mengalami transformasi ketosa. Dengan demikian aldosa akan bereaksi negatif pada uji silwanoff. Pada pengujian ini furfural yang terbentuk dari dehidrasi tersebut dapat bereaksi denga resorsinol membentuk senyawa kompleks berwarna merah.
KH (ketosa) + H2SO4 → furfural → + resorsinol → warna merah.
KH (aldosa) + H2SO4 → furfural → + resorsinol → negatif
5. Uji Tauber
Pentosa dalam asam asetat pekat jika dipanaskan berubah menjadi furfural uyang kemudian dengan benzidin mengadakan kondensasi membentuk zat yang berwarna merah anggur. Heksosa tidak memberikan warna merah. Reaksi ini posotif untuk aldopentosa dan negatif untuk ketopentosa.
6. Uji Fenilhidrazin
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan membentuk osazon bila dipanaskan bersama fenilhidrazin berlebih. Osazon yang terjadi mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang khas bagi mesing-masing karbohidrat. Hal ini sangat penting untuk mengidentifikasi karbohidrat dan merupakan salah satu cara membedakan beberapa monosakarida.
7. Uji Iodium
Karbohidrat dengan golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodium dan memberikan warna yang spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Analisa dengan iodin akn berwarna biru, amilo[ektin dengan iodin akan berwarna merah violet, glikogen dengan iodin akan berwarna merah cokelat, begitu juga dengan dekstrin.
KH (poilisakarida) + Iod (I2) → warna spesifik (biru kehitaman)
8. Uji Fermentasi
Dalam ragi terdapat enzim-enzim yang dapat mencerna amilum sampai menjadi CO2 dan H2O, juga terdapat enzim sukrosa (invertase) maupun fruktokinase. Oleh karena amilum, glukosa, fruktosa, maltosa, dan sukrosa dapat diragikan. Dalam ragi tidak terdapat laktosa, maka laktosa tidak dapat dipecahkan. Hal ini dapat digunakan untuk membedakan apakah gula dalam urin glukosa atau fruktosa. Enzim ragi pada umumnya baik bekerja pada temperatur 37o C – 40o C.
Analisis Kuantitatif
Kadar karbohidrat dalam berbagai bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara, diantaranya cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimia dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan pendahuluan yaitu hidrolisis lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini, maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Luff Schoorl.
Penentuan kadar karbohidrat pada percobaan dengan metode Luff Schoorl dibagi atas tiga tahapan, yaitu:
1. Tahap sebelum inversi
2. Tahap setelah inversi lemah
3. Tahap setelah inversi kuat
Pada penentuan karbohidrat dengan metode Luff Schoorl, yang ditentukan bukan Cu2O yang mengendap tapi dengan menggunakan CuO dalam larutan yang belum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan menggunakan titrasi volumetri. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan tabel yang telah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na2S2O3 dengan banyaknya gula pereduksi. Pada metode Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu :
1. Penentuan Cu tereduksi dengan I2
2. Menggunakan prosedur Lae-Eynon
Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang menjelaskan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan reagen yang berbeda.
Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik ekivalen.
Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%.
Persamaan reaksinya:
R-COH + 2 CuO → Cu2O (s) + R-COOH (aq)
H2SO4 (aq) + CuO → CuSO4 (aq) + H2O (l)
CuSO4 (aq) + 2 KI (aq) → CuI2 (aq) + K2SO4 (aq)
2 CuI2 ↔ Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 → Na2S4O6 + NaI
I2 + amilum → Biru
Penetapan sebelum inversi dilakukan untuk mengetahui jumlah gula pereduksi yang terdapat dalam sampel. Penetapan inversi lemah dilakukan untuk mengetahui jumlah disakarida yang tidak bersifat reduksi seperti sukrosa. Penetapan sesudah inversi kuat biasanya dilakukan untuk menentukan kadar karbohidrat pada poliskarida.
C. Alat dan Bahan
Analisis Kualitatif
Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes tangkai panjang
4. Kaca preparat
5. Penangas air
6. Mikroskop
7. Batang pengaduk
8. Pemanas listrik
9. Botol semprot
10. Kertas saring
11. Corong kaca
12. Gelas kimia
13. Spatula
14. Kertas lakmus’
15. Penjepit tabung reaksi
Bahan
1. Pereaksi Molisch
2. Pereaksi Asam Pikrat
3. Pereaksi Barfoed
4. Pereaksi Benedict
5. Pereaksi Seliwanoff
6. Pereaksi Fenilhidrazin
7. Air tebu
8. Larutan kanji 1%
9. Larutan NaOH 6M
10. Larutan HCl 6M
11. Larutan I2 0,01M
12. Larutan HCl pekat
13. Amil Alkohol
Analisis Kuantitatif
Alat
1. Tabung Reaksi
2. Gelas Kimia 250mL
3. Kassa
4. Botol semprot
5. Labu ukur 250mL
6. Kertas saring
7. Corong pendek
8. Labu erlenmeyer
9. Pembakar bunsen
10. Buret
11. Pipet volum
12. Gelas ukur
13. Pipet tetes
14. Batang pengaduk
Bahan
1. Larutan Na2S2O3
2. Larutan H2SO4
3. Larutan KI
4. Air tebu
5. Larutan HCl
6. Aquades
7. Larutan NaOH
8. Larutan Luff Schoorl
- CuSO4.5H2O
- Asam sitrat
- Na2CO3.10H2O
D. Diagram Alir
Analisis Kualitatif Karbohidrat
E. Langkah Kerja, Pengamatan dan Analisis
No. | Langkah Kerja | Pengamatan | Analisis | ||||||||||||
a | Analisis Kualitatif Karbohidrat ü Tes umum Karbohidrat 1. Uji Molisch · 2mL air tebu dimasukkan kedalam tabung reaksi · Ditambahkan 2 tetes pereaksi Molisch · Dikocok · Tabung reaksi dimiringkan · Ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat secara perlahan · Diamati | · Pereaksi Molisch: larutan berwarna orange · Air tebu: larutan berwarna kuning kecokelatan · Pereaksi Molisch + air tebu + dikocok → saling melarutkan dan terbentuk endapan putih · + asam sulfat pekat → terbentuk cincin berwarna ungu | · Karbohidrat dihidrolisis oleh asam sulfat menjadi monosakarida · Didehidrasi dengan asam sulfat menjadi furfural · Furfural berkondensasi dengan α-naftol membentuk senyawa kompleks berwarna ungu · Positif (sampel mengandung karbohidrat) | ||||||||||||
| ü Tes Oksidasi Gula 1. Uji Benedict · 5 mL pereaksi Benedict ditambahkan 8 tetes air tebu · Dikocok · Diletakkan didalam penangas air yang mendidih selama 3 menit · Didinginkan · Diamati 2. Uji Barfoed · 3 mL pereaksi Barfoed ditambahkan 2 mL air tebu · Diletakkan didalam penangas air yang mendidih selama 1 menit atau lebih · Diamati | · Pereaksi Benedict: larutan berwarna biru tua · Air tebu : larutan berwarna kuning kecokelatan · Pereaksi Benedict + air tebu → terbentuk dua lapisan · + dikocok → biru kehijauan · dipanaskan → terbentuk endapan merah bata · Pereaksi Barfoed : larutan berwarna biru tua · Air tebu : larutan berwarna kuning kecokelatan · Pereaksi Barfoed + air tebu → terbentuk dua lapisan · + dipanaskan ± 7 menit → endapan merah bata | · Positif terhadap uji Bendict (sampel mengandung gula pereduksi monosakarida) Positif terhadap uji Barfoed (sampel mengandung monosakarida) | ||||||||||||
| ü Tes untuk Ketosa dan Pentosa 1. Uji Seliwanoff · 3 mL pereaksi Seliwanoff dimasukkan kedalam tabung reaksi · Ditambahkan 3 tetes air tebu · Diletakkan didalam penangas air · Dididihkan sampai ada perubahan · Diamati 2. Uji Tauber · 1 mL pereaksi Tauber dimasukkan kedalam tabung reaksi · Ditambahkan 5 tetes air tebu · Dipanaskan sampai mendidih · Didinginkan · Diamati | · Pereaksi Seliwanoff : larutan tidak berwarna · Air tebu : larutan berwarna kuning kecokelatan · Pereaksi Seliwanoff + air tebu → agak keruh · + dipanaskan → larutan berwarna merah · Pereaksi Tauber : larutan berwarna jingga pudar bening · Air tebu : larutan berwarna kuning kecokelatan · Pereaksi Tauber + air tebu → larutan berwarna orange · + dipanaskan → tidak mengalami perubahan | · Ketosa didehidrasi menjadi furfural · Furfural bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa kompleks berwarna merah ·Positif terhadap uji Seliwanoff (sampel termasuk golongan ketosa) ·Pentosa + pereaksi Tauber → larutan berwarna merah anggur · Heksosa + Pereaksi tauber → tidak merah · Negatif terhadap uji Tauber (sampel termasuk golongan heksosa) | ||||||||||||
| Lain-lain 1. Uji Fenilhidrazin · Diletakkan didalam pennagas air selama 30 menit · Dibiarkan sampai dingin · Diambil sedikit dan diletakkan diatas kaca objek · Diamati 2. Inversi sukrosa
· Ditambahkan 2 tetes asam sulfat pekat · Dipanaskan dalam penangas air yang mendidih selama 3 menit · Didinginkan · Dinetralkan dengan menambahkan Na2CO3jenuh · Dilakukan uji Benedict · Diamati 5. Uji hidrolisis air tebu · 10 mL air tebu dimasukkan kedalam tabung reaksi · Ditambahkan 3 mL HCl 3M · Diletakkan dalam penangas air mendidih · Diambil 1 tetes tiap 3 menit · D tes dengan larutan I2 0,01M sampai warna iodium permanen · Dinetralkan dengan penambahan Na2CO3 · Dilakukan tes terhadap pereaksi Benedict · Diamati | · Fenilhidrazin : larutan tidak berwarna · Fenilhidrazin + sampel + dipanaskan → larutan berwarna kuning · ± 25 menit → terbentuk endapan kuning (tidak selesai dilakukan) · Larutan sukrosa : larutan berwarna kuning kecokelatan · H2SO4 : larutan tak berwarna · Na2CO3 : larutan tak berwarna · Larutan sukrosa + H2SO4 → larutan berwarna kuning kecokelatan · + dipanaskan → larutan berwarna kuning kecokelatan · +Na2CO3 → netral (tidak memberikan perubahan warna pada uji lakmus, timbul busa (gas CO2) · + Uji Benedict → larutan berwarna biru tua · + dipanaskan → merah bata · · HCl : larutan tak berwarna · Air tebu : larutan berwarna kuning kecokelatan · HCL 3M + air tebu : larutan berwarna kuning kecokelatan pudar · 3 menit pertama → larutan berwarna merah cokelat · 3 menit kedua → larutan berwarna merak cokelat · 3 menit ketiga → larutan berwarna merah cokelat · + pereaksi Benedict → merah bata | · Endapan kuning diperkirakan merupakan osazon yang terbentuk dari reaksi monosakarida yang terdapat didalam sampel dengan reagen fenilhidrazin · Positif (sampel mengandung gula pereduksi) ·Positif mengandung gula pereduksi | ||||||||||||
b | Analisis Kuantitatif Karbohidrat Pembuatan Larutan Luff Schoorl · Ditambahkan 100 mL aquades · Ditambahkan 50 mL H2O · 310,4 gr Na2CO3.10H2O dimasukkan kedalam gelas kimia · Ditambahkan 100 mL H2O kemudian dipanaskan · Larutan 1,2,3 dicampurkan · Dibiarkan semalam | Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan | | ||||||||||||
| Tahapan sebelum inversi lemah · 25 mL sampel ditambahkan 25 mL pereaksi Luff Schoorl · Dipanaskan 10 menit · Didinginkan dan ditambah 10 mL KI 1N dan 15 mL H2SO4 · Dititrasi dengan Na2S2O3 · Dicatat volume Na2S2O3 | Tidak dilakukan | | ||||||||||||
| Tahapan setelah inversi lemah · 25 mL sampel ditambahkan 50 mL larutan HCl 20% · Ditambahkan 50 mL aquades · Dipanaskan 10 menit · Didinginkan · Ditambahkan larutan NaOH 20% · Ditambahkan phenolftalein | Tidak dilakukan | | ||||||||||||
| ü Tahapan setelah inversi kuat · 25 mL sampel ditambahkan 50 mL aquades · Ditambahkan 10 mL larutan HCl 10% · Dipanaskan · Didinginkan · Dinetralkan dengan NaOH 20% | Tidak dilakukan | | ||||||||||||
| Titrasi blanko · 25 mL larutan Luff Schoorl Ditambahkan 25 mL aquades · Dipanaskan 10 menit · Ditambahkan 15 mL larutan H2SO4 6N · Ditambahkan 10 mL larutan KI 1N · Ditambahkan indikator amilum · Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 · Dicatat volume larutan Na2S2O3 yang terpakai | · Larutan LS : larutan berwarna biru tua · + aquades 25 mL → larutan berwarna biru tua · + dipanaskan ± 10 menit → larutan berwarna biru tua + H2SO4 18M → timbul gas · + KI → cokelat muda · + indikator amilum → terdapat warna biru didalam larutan · + Na2S2O3 hingga warna biru hilang · V Na2S2O3 : 22,8mL | · Larutan LS mengandung CuO, ketika CuO + H2SO4 → CuSO4 + H2O · Ketika campuran ditambahkan KI, terbentuk warna kuning kecokelatan yang menunjukkan adanya campuran CuI, Cu2I2 dan I2. · Ketika ditambahkan amilum, terbentuk warna biru ungu yang merupakan kompleks dari amilum-I2 · Ketika dititrasi dengan Na2S2O3, terbentuk warne putih susu yang merupakan warna dari Cu2I2 | ||||||||||||
| Penetuan kadar karbohidrat · 25 mL larutan sampel ditambahkan 25 mL larutan Luff Schoorl · Dipanaskan 10 menit · Didinginkan · Ditambahkan 15 mL larutan H2SO4 6N · Ditambahkan 10 mL larutan KI 1N · Ditambahkan indikator amilum · Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 · Dicatat volume larutan Na2S2O3 yang terpakai | · Sampel + LS → larutan berwarna biru tua · + dipanaskan → larutan berwarna merah bata · + H2SO4 18M → timbul gelembung gas · + KI → larutan berwarna cokelat muda · + indikator amilum → tidak ditemukan warna biru didalam larutan | · Ketika sampel ditambahkan larutan LS, terjadi reaksi R-COH + 2CuO → Cu2O + R-COOH yang membentuk warna merah bata setalah dipanaskan. · Ketika ditambahkan KI, tidak terbentuk warna cokelat karena I- tidak bereaksi dengan Cu2+, artinya Cu2+ dalam larutan telah habis bereaksi dengan sampel · Ketika ditetesi indikator amilum, tidak terbentuk warna biru karena tidak ada I2 dalam campuran · Dengan demikian, kadar gula dalam sampel ≥ reagen LS yang dipakai | ||||||||||||
Hidrolisis sampel · 0,5 gr sampel dilarutkan kedalam 15 mL air mendidih · ditambahkan 5 mL larutan HCl 1N · Larutan disimpan dalam air mendidih selama 10 menit · Diidnginkan · Ditambahkan 5 mL larutan NaOH 1N · Diencerkan hingga 250 mL dalam labu ukur 250 mL | · Air tebu : larutan berwarna kuning kecokalatan · Air tebu + air mendidih → larutan berwarna kuning kecokelatan · + HCl 6M → larutan berwarna agak kemerahan · Dipanaskan dan didinginkan → tidak mengalami perubahan · + NaOH → netral · Diencerkan menjadi 100mL → larutan berwarna kuning kecokelatan | · Air mendidih yang ditambahkan berfungsi sebagai peeraksi dalam hidrolisis · untuk mempercepat reaksi, maka air yang ditambahkan adalah air yang mendidih · HCl 6N merupakan katalis atau pemberi suasana asam untuk mempercepat reaksi · NaOH 6N dipakai untuk menetralkan campuran sehingga memungkinkan untuk dilakukan uji iodium |
F. Analisis dan Pembahasan
Percobaan yang dilakukan adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif karbohidrat yang terdapat dalam air tebu. Melalui analisis kualitatif kita dapat menentukan jenis karbohidrat yang terdapat dalam sampel (air tebu), sedangkan analisis kuantitatif berguna untuk menentukan kadar karbohidrat yang terkandung dalam sampel air tebu tersebut.
Analisis Kualitatif Karbohidrat
Untuk analisis kualitatif dilakukan beberapa tes pada sampel diantaranya uji Molisch, uji Benedict, uji Barfoed, uji Seliwanoff, uji Tauber, uji fenilhidrazin, Inversi sukrosa, uji iodium, dan uji hidrolisis air tebu.
Berdasarkan percobaan, diketahui bahwa pada uji molisch, pereaksi dibuat dari α-naftol dengan etanol. Ketika pereaksi (orange) ditambahkan air tebu (kuning kecoklatan) dan H2SO4 (tak berwarna), maka terbentuk cincin berwarna ungu. Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan terhidrolisis menjadi monosakarida dan selanjutnya monosakarida mengalami dehidrasi oleh asam sulfat pekat menjadi furfural atau hidroksi metil furfural. Furfural dengan α-naftol akan berkondensasi membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa sampel positif mengandung karbohidrat.
Karbohidrat + H2SO4 pekat → HM-furfural → + α-naftol → cincin ungu
Pada uji benedict, pereaksi Benedict (berwarna biru) berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Ketika pereaksi ditambahkan air tebu (kuning kecoklatan), terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan air tebu. Sedangkan lapisan bawah adalah pereaksi benedict. Larutan dikocok dan membentuk larutan berwarna biru kehijauan. Selanjutnya dipanaskan dan terbentuk endapan merah bata. Glukosa dapat mereduksi ion Cu 2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu + yang kemudian mengendap sebagai CuO. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereduksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata.
Hasil uji positif pada fruktosa, glukosa, maltosa, dan laktosa, sedangkan untuk karbohidrat jenis sukrosa dan pati menunjukkan hasil negatif. Sekalipun aldosa atau ketosa berada dalam bentuk sikliknya, namun bentuk ini berada dalam kesetimbangannya dengan sejumlah kecil aldehida atau keton rantai terbuka, sehingga gugus aldehida atau keton ini dapat mereduksi berbagai macam reduktor, oleh karena itu, karbohidrat yang menunjukkan hasil reaksi positif dinamakan gula pereduksi. Pada sukrosa, walaupun tersusun oleh glukosa dan fruktosa, namun atom karbon anomerik keduanya saling terikat, sehingga pada setiap unit monosakarida tidak lagi terdapat gugus aldehida atau keton yang dapat bermutarotasi menjadi rantai terbuka, hal ini menyebabkan sukrosa tak dapat mereduksi pereaksi benedict. Pada pati, sekalipun terdapat glukosa rantai terbuka pada ujung rantai polimer, namun konsentrasinya sangatlah kecil, sehingga warna hasil reaksi tidak tampak oleh penglihatan.
Karbohidrat + campuran CuSO4, Na-Sitrat, Na2CO3 → Cu2O (endapan merah bata)
Pada uji Barfoed, pereaksi Barfoed (biru tua) merupakan campuran kupriasetat dan asam asetat. Ketika pereaksi ditambahkan air tebu dan dipanaskan, pada menit ke-7 terbentuk endapan merah bata. Larutan ini akan bereaksi dengan gula pereduksi sehingga dihasilkan endapan Tembaga (II) Oksida. Dalam suasana asam, gula pereduksi yang termasuk disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat dengan larutan Barfoed sehingga tidak memberikan endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang diperlama. Uji ini untuk menunjukkan gula pereduksi monosakarida.
Karbohidrat + campuran CuSO4 dan CH3COOH → Cu2O (endapan merah bata)
Uji Seliwanoff dilakukan dengan mereaksikan pereaksi Seliwanoff (tak berwarna) dengan air tebu, membentuk larutan yang agak keruh. Selanjutnya dipanaskan dalam penangas air yang mendidih sehingga terbentuk larutan berwarna merah. Dari percobaan, diketahui bahwa ketosa didehidrasi menjadi furfural. Furfural tersebut akan bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa kompleks berwarna merah. Dari uji seliwanoff dapat disimpulkan bahwa sampel termasuk ketosa karena pada uji seliwanoff, ketosa akan menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah, sedangkan untuk aldosa tidak.
KH (ketosa) + H2SO4 → furfural → + resorsinol → warna merah.
KH (aldosa) + H2SO4 → furfural → + resorsinol → negatif
Pada uji Teuber, pereaksi Tauber (jingga pudar bening) direaksikan dengan air tebu membentuk larutan berwarna orange. Selanjutnya dipanaskan dan tidak mengalami perubahan. Hal ini berarti sampel tidak mengandung pentosa karena negatif terhadap tes Tauber. Dengan kata lain, smpel mengandung heksosa.
Pada uji fenilhidrazin, pereaksi fenilhidrazin (tak berwarna) ketika direaksikan dengan sampel dan dipanaskan terbentuk warna kuning. Setalah 25 menit terbentuk endapan kuning yang diperkirakan merupakan osazon yang terbentuk dari reaksi monosakarida yang terdapat dalam sampel dengan reagen fenilhidrazin. Namun tidak dilakukan uji bentuk kristal karena keterbatasan waktu sehingga tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis karbohidrat yang terdapat didalam sampel.
Selanjutnya dilakukan inversi sukrosa dengan menambahkan asam sulfat pekat kedalam larutan sukrosa (kuning kecokelatan). Selanjutnya dipanaskan dan ditambahkan natrium karbonat agar larutan netral. Penetralan larutan ini dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus sebagai penguji pH. Kemudian dilakukan uji Benedict membentuk larutan biru tua. Lalu dipanaskan hingga berwarna merah bata. Dari uji ini diketahui bahwa sampel mengandung gula pereduksi.
Untuk uji Iodium, air tebu dimasukkan kedalam 3 tabung yang berbeda. Tabung pertama ditambahkan air dan I2, tabung ke-2 ditambahkan HCl dan I2, tabung ke-3 ditambahkan NaOH dan I2. Ketiga larutan kemudian diamati. Dari percobaan, tidak dihasilkan endapan ungu biru yang berarti bahwa sampel tidak mengandung pati.
Pada analisis kualitatif yang terakhir dilakukan hidrolisis air tebu dimana air tebu ditambahkan HCl (kuning muda). Selanjutnya dipanaskan dan diambil 1 tetes tiap 3 menit serta di tes dengan larutan I2 0,01M. Pada 3 menit ke-1, ke-2, dan ke-3 terbentuk larutan merah cokelat. Kemudian dinetralkan dengan natrium karbonat. Ketika dilakukan uji Benedict, terbentuk endapan merah bata yang berarti bahwa sampel mengandung gula pereduksi.
Dari berbagai uji diatas menunjukkan sampel mengandung fruktosa, glukosa dan mungkin juga sukrosa karena sukrosa terbentuk dari fruktosa dan glukosa.
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat
dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah- buahan dan madu lebah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam sesudah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita diabetes mellitus, jumlah glukosa darah lebih dari 130 mg per 100 ml darah (McGilvery&Goldstein, 1996). D-glukosa memiliki sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed, gula pereduksi, memberi osazon dengan fenilhidrazina, difermentasikan oleh ragi dan dengan HNO3 membentuk asan sakarat yang larut (Harper et al, 1979).
dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah- buahan dan madu lebah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam sesudah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita diabetes mellitus, jumlah glukosa darah lebih dari 130 mg per 100 ml darah (McGilvery&Goldstein, 1996). D-glukosa memiliki sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed, gula pereduksi, memberi osazon dengan fenilhidrazina, difermentasikan oleh ragi dan dengan HNO3 membentuk asan sakarat yang larut (Harper et al, 1979).
Madu lebah selain mengandung glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Pada umumnya monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis. (McGilvery&Goldstein, 1996) Fruktosa mempunyai rasa lebih manis daripada glukosa, juga lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3 dihidroksi benzene) dalam asam HCl. Dengan pereaksi ini, mula-mula fruktosa diubah menjadi hidroksimetilfurfural yang selanjutnya bereaksi dengan resorsinol membentuk senyawa yang berwarna merah. pereaksi Seliwanoff ini khas untuk menunjukkan adanya ketosa. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, dan berasal dari tebu atau bit (McGilvery&Goldstein, 1996). D-fruktosa mempunyai sifat mereduksi reagen Benedict, Haynes, Barfoed (gula pereduksi), membentuk osazon dengan fenilhidrazina yang identik dengan osazon glukosa, difermentasi oleh ragi dan berwarna merah ceri dengan reagen Seliwanoff resorsinol-HCl (Harper et al, 1979).
Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu meupun dari bit. Selain dari tebu dan bit, sukrosa terdapat pada tumbuhan lain, misalnya dalam buah nanas dan dalamwortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa. (McGilvery&Goldstein, 1996) Pada molekul sukrosa terdapat ikatan antara molekul glukosa dan fruktosa, yaitu antara atom karbon nomor 1 pada glukosa dengan atom karbon nomor 2 pada fruktosa melalui atom oksigen. Kedua atom karbon tersebut adalah atom karbon yang mempunyai gugus OH glikosidik atau atom karbon yang merupakan gugus aldehida pada glukosa dan gugus keton pada fruktosa. . Oleh karena itu molekul sukrosa tidak mempunyai sifat dapat mereduksi ion-ion Cu 2+ atau Ag+ dan juga tidak membentuk osazon. (McGilvery&Goldstein, 1996)
ü Analisis Kuantitatif Karbohidrat
Pada analisis kuantitatif, dapat ditentukan kadar karbohidrat yang terkandung dalam suatu sampel. Banyak cara yang digunakan untuk analisis ini, salah satunya dengan cara Luff Schoorl. Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl ini didasarkan pada reaksi sebagai berikut :
R-CHO + 2 Cu2+ R-COOH + Cu2O
2 Cu2+ + 4 I- Cu2I2 + I2
2 S2O32- + I2 S4O62- + 2 I-
Dalam percobaan ini, pereaksi Luff Schoorl telah disediakan. Larutan ini terdiri dari larutan CuSO4.5H2O, larutan asam sitrat, dan larutan Na2C2O3.10H2O. mula-mula dilakukan titrasi blanko dengan titran larutan Na2C2O3. Larutan Luff Schoorl ditambahkan aquades dan dipanaskan. Setelah itu ditambahkan H2SO4 dengan persamaan reaksi:
CuO + H2SO4 → CuSO4 + H2O
Kemudian ditambahkan KI membentuk larutan berwarna kuning kecokelatan yang menunjukkan adanya campuran CuI2, Cu2I2 dan I2. Ketika ditambahkan indikator amilum, terbentuk larutan berwarna biru ungu yang merupakan kompleks dari amilum-I2. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna biru hilang. I2 bereaksi dan terbentuk larutan warna putih susu yang merupakan warna dari Cu2I2. Volume larutan Na2S2O3 yang terpakai dapat digunakan untuk menentukan berapa kadar karbohidrat yang terkandung didalam sampel. Volume Na2S2O3 yang terpakai sebanding dengan banyaknya I2 sisa yang bereaksi dengan karbohidrat. Jika diketahui berapa sisa I2 yang bereaksi dengan Na2S2O3, maka dapat ditentukan berapa I2 yang bereaksi dengan karbohidrat sehingga dapat ditentukan kadar karbohidratnya.
Langkah selanjutnya adalah penentuan kadar karbohidrat dengan menggunakan larutan Luff Schoor yang ditambahkan kedalam larutan sampel dan dipanaskan dengan persamaan reaksi:
R-COH + 2CuO → Cu2O + R-COOH (merah bata)
Ketika ditambahkan KI, larutan tidak berwarna cokelat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena I- tidak bereaksi dangan Cu2+, artinya Cu2+ dalam larutan telah habis bereaksi dengan sampel. Begitu juga ketika ditetesi amilum, tidak terdapat warna biru didalam larutan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak ada I2 didalam campuran. Dengan demikian, kadar gula dalam sampel lebih besar atau sama dengan reagen Luff Schoorl yang dipakai.
Selanjutnya dilakukan hidrolisis sampel dengan cara melarutkan sampel kedalam air mendiidh yang berfungsi sebagai pereaksi dalam hidrolisis untuk mempercepat reaksi. Lalu ditambahkan larutan HCl yang merupakan katalis dan pemberi suasana asam untuk mempercepat reaksi. Kemudian dinetralkan dengan larutan NaOH sehingga memungkinkan untuk menguji iodium yang terdapat didalam campuran.
G. Perhitungan
Massa sampel = 10,348 gram
V Na2S2O3 yang terpakai dalam titrasi blanko = 22,8 mL
V Na2S2O3 yang terpakai dalam titrasi sampel = 0 mL (karena I2 dalam campuran telah habis sehingga tidak ada I2 yang akan bereaksi dengan Na2S2O3)
Sampel yang dipakai dari 100 mL = 25 mL
25/100 x 10,3489 = 2,587 gram = 2587 mg
V larutan Luff Schoorl yang dipaki = 25 mL
25/25 mL x 22,8 mL = 22,8 mL
∆V Na2S2O3 = V Na2S2O3 blanko – V Na2S2O3 sampel
= 22,8 mL – 0 mL
= 22,8 mL
1 mL ∆V = 2,4 mL gula pereduksi (dari tabel)
Jadi, kadar gula pereduksi dalam sampel = 24 mg x 22,8
= 54,72 mg
= 0,05472 gram
% gula pereduksi = 2,115 %
H. Kesimpulan
Dari analisis kualitatif karbohidrat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak cara untuk mengidentifikasi karbohidrat yang dapat dilakukan selain dengan sifat fisik juga melalui sifat kimianya. Pereaksi-peraksi yang digunakan pada identifikasi karbohidrat antara lain: pereaksi Molisch, Benedict, Berfoed, Seliwanoff, dan lain-lain. Beberapa karbohidrat memiliki gugus fungsi yang berbeda sehingga hal ini sangat berguna pada identifikasi karbohidrat yang berbeda.
Berdasarkan data percobaan dapat disimpulkan bahwa sampel mengandung monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa serta tidak mengandung polisakarida. Selain itu, sampel juga diduga mengandung sukrosa karena hasil hidrolisis sukrosa adalah glukosa dan fruktosa.
Selanjtnya, kadar karbohidrat yang terdapat dalam sampel yang diuji dalam analisa kuantitaif karbohidrat adalah sebesar 2,115%.
Daftar Pustaka
Fessenden, Ralph J and Fessenden, Jean S (1982). Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Poedjiadi, Anna. (1994). Biokimia. Jakarta: UI
Sudarmaji, Slamet. (2003). Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta
Tim Biokimia. Pedoman Praktikum Biokimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
http//:www. Luff Schoorl « Queen Of Sheeba’s Weblog.html
nice :)
BalasHapuskunjungi blog saya juga yaa
http://mel-rizky.blogspot.com/
masii baru :)